socialdarknet.com – Jakarta – Aris Yohanes Elean adalah individu guru komputer dalam Sekolah Luar Biasa A (SLB-A) Pembina Level Nasional, Jakarta. Seperti murid-muridnya, Aris juga merupakan sosok yang tersebut istimewa. Ia mampu mengajar pelajaran Teknologi Pengetahuan lalu Komunikasi (TIK) walaupun di kondisi disabilitas netra.
Aris pada masa kini berusia 38 tahun. Ia adalah seseorang tunanetra dengan kondisi buta total yang dimaksud meraih penghargaan Sarjana Teknik Informatika lalu lulusan terbaik di dalam Universitas Pamulang. Aris punya semangat yang tersebut besar untuk mengubah stigma penyandang disabilitas netra. Menurut dia, selama ini tunanetra masih dipandang sebelah mata oleh sejumlah orang.
Hari-hari Aris pada saat ini disibukkan dengan mengajar dan juga berbagi ilmu untuk muridnya yang dimaksud juga tunanetra. Aris terus-menerus memupuk semangat pada semua muridnya kemudian mengungkapkan hal-hal positif selagi mengajar, pada samping memberikan pembelajaran. Anak didiknya pun sangat antusias bisa saja belajar ilmu komputer.
Sosok guru yang dimaksud tegas
Di mata para muridnya, Aris adalah sosok guru yang mana tegas. Terlebih pada menjelaskan materi pembelajaran. Aris ingin murid-muridnya itu memiliki keterampilan, khususnya dalam bidang TIK yang dimaksud mampu menjadi bekal dia sebagaimana murid normal lainnya. Oleh sebab itu, kata Radit muridnya, Aris mendidik mereka dengan tegas
“Kalau dari sisi keras sih enggak, orangnya cuma tegas. Lebih untuk bukan mau kalau anak muridnya itu tak maju, bukan mau kalau anak muridnya itu tidaklah bisa. Tidak mau kalau anak muridnya itu kalah. Itu tidak dikatakan galak, tapi tegas. Tegas di hal untuk memacu,” kata Radit, salah satu siswa Aris, dikutipkan dari Antara pada Selasa, 21 November 2023.
Keinginan Aris untuk mengembangkan kompetensi para penyandang disabilitas netra tidak hanya sekali di tempat sekolah. Pada 2012, beliau menginisiasi kelahiran IT Center for The Blind. Komunitas ini merangkul penyandang disabilitas netra untuk belajar teknologi lewat beragam platform. Salah satu acara pertama yang tersebut dikembangkan komunitas ini adalah akses tunanetra terhadap layar sentuh.
Kini, anggotanya sudah tersebar dari Merauke sampai Sabang. Setidaknya ada 2.000-an anggota yang digunakan tergabung lewat Facebook, 300-an pada Telegram juga sekitar 150 dalam grup WhatsApp. Aris memang benar membebaskan untuk memilih platform digital yang tersebut nyaman bagi mereka.
Kelahiran ITCFB didorong oleh keprihatinan Aris terhadap sesamanya. Kala itu, beliau rutin mendapat kabar bahwa sulitnya akses institusi belajar bagi tunanetra.
Biasanya, lembaga institusi belajar dapat dipertanggungjawabkan tak punya infrastruktur yang digunakan mendukung. “Kegelisahan berawal dari sesama tunanetra yang digunakan bukan memiliki wadah ataupun guru untuk belajar,” kata Aris.
Mewujudkan impian adalah perjuangan yang dimaksud tak mudah
Aris mengakui memang benar tak mudah baginya untuk mewujudkan mimpi mendalami teknologi informasi. Setelah lulus dari SMA pada 2007, ia sangat ingin melanjutkan institusi belajar tinggi di tempat jurusan Teknik Informatika.
Namun, ketika itu, kampus-kampus di area Indonesia belum siap menerima siswa tunanetra di dalam kegiatan studi tersebut. Hal ini menjadi kendala besar bagi Aris. Perasaannya campur aduk. Rasa sedih, kecewa, serta tiada diakui secara akademis.
Namun, keinginan Aris untuk kuliah tetap saja menyala. Hingga pada satu titik, ia hampir menyerah serta memutuskan untuk mengambil jurusan Sastra Inggris yang dimaksud dianggap lebih banyak ramah bagi penyandang disabilitas. Namun, dalam sedang keputusasaan itu, kabar baik pun datang padanya. Tepatnya pada2017, Aris diberi tahu bahwa Universitas Pamulang membuka pintu bagi siswa tunanetra untuk masuk pada inisiatif studi Teknik Informatika.
Kabar ini menjadi titik balik di perjalanan hidup Aris. Ia begitu bahagia mendengarnya. Setelah 10 tahun perjuangan, akhirnya Aris dapat mewujudkan impiannya berkuliah dalam jurusan Teknik Informatika. Aris meyakini bahwa lembaga pendidikan merupakan hal terpenting bagi dirinya untuk membuka wawasan, membuka “jendela dunia” juga dapat bermanfaat bagi sesama.
Tertarik pada IT sejak kecil
Aris bercita-cita menjadi pribadi programmer sejak usia 11 tahun. Cita-cita itu ia perjuangkan dengan semangat dan juga usaha. Meskipun ia tahu bahwa perjuangannya tak mudah, namun Aris tak patah semangat. Ia paham betul betapa sulitnya akses ke institusi belajar tinggi serta dunia kerja pada Indonesia yang digunakan menurutnya belum inklusif bagi penyandang disabilitas.
Sebenarnya, Aris tidaklah buta sejak lahir. Ia kehilangan kemampuan penglihatannya pada usia enam tahun akibat penyakit glukoma. Begitu menginjak usia 11 tahun, Aris mulai mengenal Eureka, perangkat komputer yang dirancang khusus untuk tunanetra.
Eureka beroperasi dengan pendapat lalu tak mempunyai layar. Dari sumber pendapat itulah, Aris mulai tertarik serta mendalami ilmu komputer. Ia perlahan tambahan dekat dengan kemajuan teknologi lalu mempelajari komputer yang umum digunakan penduduk secara otodidak. Ketertarikannya dengan dunia informatika pun makin kuat. Aris memutuskan untuk memfokuskan dirinya dalam bidang ini.
“Waktu SD, saya sadar inilah yang tersebut saya mau. Inilah yang dimaksud saya minati. Saya sadar satu hal, tunanetra waktu itu belaka ada dua pilihan jenis profesi atau bidang pekerjaannya, yaitu musik atau pemijat. Saya tiada mau keduanya,” kata Aris.
Sepanjang hidupnya, Aris dipaksa menghadapi ketidakpercayaan orang-orang di area sekitarnya, bahwa tunanetra dengan kondisi buta total bisa jadi menjadi manusia pemrogram. Namun, ia dapat membuktikannya. Berkat kefasihan mengoperasikan komputer yang umum digunakan, ia memanfaatkan program pembaca layar untuk membantu pekerjaannya.
Aplikasi pembaca layar memungkinkan Aris memberikan perintah melalui navigasi papan ketuk. Meskipun tak dapat melihat, ia sudah hapal letak tombol-tombol yang dimaksud diperlukan untuk mengoperasikannya. Apapun yang digunakan muncul di area layar akan disuarakan oleh perangkat lunak pembaca layar.
“Saya tak lagi dianggap sebagai tunanetra. Apa bedanya, saya sanggup mengetik tulisan yang mana bisa jadi dibaca oleh orang lain. Saya juga bisa saja menghasilkan kembali yang dimaksud sebanding seperti orang lain, memunculkan sesuatu. Kedudukan kita sudah ada sama,” kata Aris.
Bahkan, ketika masih pada jenjang SMA, Aris juga teman-temannya berhasil menciptakan situs yang mana populer dalam kalangan pengguna internet pada masa itu. Pencapaian itu pun kian memotivasinya untuk mengejar cita-citanya. Hal ini dianggap Aris sebagai bukti bahwa keterbatasan fisik tak menghalangi prospek dan juga bakat seseorang pada meraih sukses di area dunia teknologi.
Aris mengungkapkan ia tak mengalami kendala berarti di mempelajari bahasa pemrograman. Sepanjang materi pembelajarannya bisa saja ia akses dengan baik. Aris mahir menggunakan banyak bahasa pemrograman seperti Java, PHP, C++, Golang, Swift, juga lain sebagainya.
Berharap tak ada lagi diskriminasi terhadap tunanetra
Kecakapan teknologis Aris bak sumber cahaya bagi tunanetra lainnya. Aris kerap menyuarakan pentingnya sekolah bagi tunanetra. Ia mengatakan, institusi belajar merupakan kunci penting pada meraih kesuksesan. Ia juga mengingatkan bahwa institusi belajar adalah satu hal yang digunakan penting.
Aris mengupayakan agar tunanetra berjanji untuk menjadi individu yang dimaksud berkualitas. Melalui partisipasi positif, persepsi rakyat terhadap tunanetra pun diyakini dapat berubah. Bahkan, dapat membantu menghurangi diskriminasi.
“Kita harus menjadi tunanetra yang tersebut berkualitas, agar publik dapat menghargai kita. Barangkali dengan cara kita menjadi tunanetra yang tersebut berkualitas, diskriminasi mampu berkurang,” kata Aris.
ANTARA
TEMPO.CO
Creator Zidan Ananda